Evana Dewi, biasa disapa Eva, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, sehari-hari menggunakan angkutan umum mikrolet. Angkutan umum itu ia gunakan dari tempat tinggalnya di Cipinang, Jakarta Timur untuk menuju tempat kerja yang berlokasi di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Pagi hari, rata-rata Eva menghabiskan waktu maksimal 45 menit di angkutan umum tersebut, sedangkan pada jam pulang kantor biasanya ditempuh dalam waktu 60 menit.
Mikrolet 01 jurusan
Kempung Melayu – Senen
Sumber gambar: www.bbc.com
Mengapa mikrolet?
Bagi Eva, yang sedari kecil menggunakan angkutan umum tersebut, menggunakan
angkot (angkutan kota) sudah merupakan suatu kebiasaan. Eva juga tidak
mengendarai kendaraan bermotor sehingga mikrolet menjadi alternatif yang
dipilih. Meskipun transportasi berbasis online
semacam Gojek dan Grab sangat populer saat ini, bagi Eva mikrolet
memiliki kelebihan berupa tempat duduk yang lebih nyaman untuk jangka waktu
transportasi yang cukup lama. Selain itu, Eva merasa kasihan apabila
menggunakan jasa transportasi motor Gojek
dan Grab untuk jarak yang cukup jauh karena
biasanya dapat membuat pengemudi menjadi lelah, dan membuat perjalanan menjadi
tidak menyenangkan bagi kedua belah pihak, baik penumpang maupun pengemudi.
Tarif mikrolet juga cukup terjangkau sebesar Rp4.000,00 sekali perjalanan.
Evana Dewi, sumber gambar: yang bersangkutan
Tidak hanya bagi
Eva, mikrolet merupakan pilihan bagi banyak karyawan dan pegawai di Jakarta,
dalam pengalaman Eva menggunakan Mikrolet 31 jurusan Cipinang – Kampung Melayu
dan Mikrolet 01 jurusan Kampung Melayu - Senen, Eva banyak
menjumpai pegawai Kementerian Keuangan lain, terlihat dari pemakaian baju yang
sama, semisal pakaian putih hitam pada hari Senin dan pakaian atasan biru muda
bawahan biru muda pada hari Rabu. Mereka turun pada lokasi kantor yang sama.
Eva cenderung kenal dengan sesama penumpang mikrolet. Umumnya, pada pagi hari
penumpang mikrolet merupakan orang-orang yang sama. “Ya umumnya itu-itu saja”,
ucap Eva. Sore hari, dikarenakan jadwal pulang yang berbeda-beda, secara umum
para penumpang mikrolet yang dinaiki Eva lebih bervariasi dibandingkan ketika
pagi hari. “Banyak barengan nya sih, makanya ngga kesepian kalau naik angkutan
umum”, cerita Eva.
Bahkan pada
lingkungan kantor Eva, terdapat langganan Mikrolet 01 tertentu oleh beberapa
pegawai di jam pulang sekitar pukul 16.30, jadi semisal bila ada Bapak A yang
sudah berlangganan dan belum naik mikrolet langganan, petugas mirkolet yang
mempunyai kontak para langganan tersebut akan menghubungi Bapak A yang belum
naik mikrolet. Bila waktunya masih dapat ditolerir, semisal bila langganan
sudah keluar kantor, maka Mikrolet 01 akan menunggu.
Dibalik cerita
bahagia sebagai pengguna mikrolet, terdapat keadaan yang Eva harapkan dapat
diperbaiki kedepannya. Hal utama yang menurut Eva juga merupakan masalah yang
dihadapi banyak pengguna angkot di Jakarta, yaitu banyaknya pengamen yang
beroperasi di mikrolet. Eva mengungkapkan, “Ketika kita naik mikrolet, itu di
jalur Kramat, Salemba, itu banyak tukang ngamen. Mereka naik biasanya di
mikroletnya. Sebenarnya sih di satu sisi ngga masalah ketika mereka sih
baik-baik saja, cuma ada beberapa yang untuk kami (pengguna mikrolet) membuat
menjadi tidak nyaman, karena mereka agak memaksa.” Eva berharap agar kehadiran
pengamen di mikrolet dapat lebih tertib dan harmonis. Eva menyadari, pada dasarnya
baik pengamen maupun penumpang dalam proses pencarian penghasilan untuk
bertahan hidup. Kelemahan lain mikrolet, bagi Eva, muncul ketika terdapat
pembangunan jalan atau pembangunan lainnya, membuat waktu tempuh perjalanan
menjadi lebih lama.
Pada akhirnya,
keterbiasaan dalam menggunakan mikroletlah yang mendorong Eva masih menggunakan
angkutan umum sampai saat ini. Dari berbagai macam pilihan transportasi yang
ada untuk menghadapi kemacetan Jakarta, mikrolet tetap menjadi pilihan utama
bagi Eva.
oleh Anggoro K
Sejati
Jakarta, 4 April
2019
Komentar
Posting Komentar